Senin, 23 November 2009

MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA 3 ( KASUS GONTOR )

BAB I
PENDAHULUAN
Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki sejarah yang panjang, sejak sebelum berdirinya pondok ini, telah berdiri Pondok Tegalsari, kemudian masuk ke masa Pondok Gontor lama, yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin. Setelah redupnya pondok ini pada generasi ketiga yang dipimpin oleh Kyai Santoso Anom Besari, datanglah masa Pondok Gontor baru yang dimulai oleh KH. Ahmad Sahal, KH. Ahmad Fananie dan KH. Imam Zarkasyi.
Hingga saat ini, Pondok Modern Darussalam Gontor telah memasuki era kepemimpinan generasi kedua, yang dipimpin oleh KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA, KH. Hasan Abdullah Sahal, dan KH. Syamsul Hadi Abdan, S.Ag.













BAB II
Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia 3 (Kasus Gontor)
A. Sejarah Pondok Modern Darussalam Gontor
Lembaga-Pendidikan ini berbentuk “PONDOK” atau “PESANTREN” dengan suatu komplek tempat-tempat kediaman para siswa dan pengasuh-pengasuhnya, tempat belajar dan beribadah, tempat-tempat berekreasi, berolah raga dan sebagainya, beserta segala alat perlengkapannya.
Pendidikan di Pondok Modern mengutamakan pembinaan akhlaq, pembentukan mental/karakter (character-building). Pelajarannya diselenggarakan menurut sistem sekolah yang modern, dengan menggunakan metodik dan didaktik modern, serta senantiasa memperhatikan perkembangan dalam sistem pendidikan dan pengajarannya.
Itulah sebabnya masyarakat menamakan lembaga ini “PONDOK MODERN”; yang “modern” bukanlah tentang i‘tikadnya atau fahamnya dalam soal-soal keagamaan, melainkan mengenai SISTEM PENDIDIKAN dan PENGAJARAN yang digunakan.
Nama “PONDOK MODERN” adalah nama pemberian dari masyarakat. Adapun nama asli yang diberikan oleh pendirinya sendiri (didirikan pada tahun 1926) ialah “DARUSSALAM”.
Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), yang biasa disingkat menjadi pondok Gontor atau pondok Modern, didirikan hari senin, 12 Rabi’ul Awwal 1345 atau 20 september 1926 oleh tiga bersaudara, yaitu K.H. Ahmad Sahal (1901-1977), K.H. Zainuddin Fannani (1905-1967), dan K.H. Imam Zarkasyi (1910-1985), yang selanjutnya disebut dengan generasi pertama (pendiri pondok). Setelah K.H. Imam Zarkasyi meninggal dunia pada bulan April 1985, estafet kepeimimpinan pondok Gontor beralih ke generasi kedua, yaitu K.H Shoiman Lukmanul Hakim, K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A., dan K.H. Hasan Abdullah Sahal, hingga akhirnya pada tahun 1999, K.H. Shoiman Lukmanul Hakim meninggal dunia dan digantikan oleh K.H. Imam Badri, dan ketiga kyai inilah yang memimpin pondok Gontor hingga saat ini.
Penamaan pondok Gontor sendiri berasal dari nama sebuah desa yang pada saat itu merupakan kawasan tak bertuan, dan masih dipenuhi oleh lebatnya pepohonan serta masih banyak juga binatang yang berkeliaran disana. Diceritakan pula bahwa kawasan tersebut dikenal sebagai tempat persembunyian para penyamun, para worok (jagoan), pembegal, dan orang-orang yang berperangai kotor, karena itu kawasan tersebut dijuluki sebagai “tempat kotor” yang dalam bahasa Jawa disebut dengan enggon kotor yang disingkat menjadi Gontor, yang kemudian nama tersebut digunakan sebagai nama pondok tersebut yang berdiri hingga saat ini.
Pondok Gontor merupakan kelanjutan dari pondok Tegalsari yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur, yang didirikan oleh Kyai Ageng Muhammad Besari (bashori) pada abad ke-18 M, setelah beliau wafat maka kepemimpinan pondok dipegang oleh putra tertuanya yaitu Kyai Ilyas, selanjutnya pada tahun 1800-1862, kepemimpinan beralih ke tangan Kyai Kasan Anom Besari yang memang beliau adalah orang tua dari ketiga Kyai pendiri pondok Gontor yaitu yaitu K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam Zarkasyi.
Setelah pondok Tegalsari runtuh karena berbagai hal yang mendasarinya, yang pertama faktor internal karena kurangnya antisipasi terhadap persiapan kader-kader yang akan melanjutkan perjuangan pondok pada masa yang akan datang, dan yang kedua faktor eksternal yaitu suasana penjajahan yang memberikan dampak negatif bagi kelestarian pondok Tegalsari beserta pondok-pondok lain yang ada pada masa itu, sehingga bersamaan dengan runtuhnya pondok-pondok akibat kedua factor tersebut menyebabkan pula runtuhnya akhlak, mundurnya pendidikan, serta menurunnya standar hidup masyarakat jauh berada di bawah garis kemiskinan.
Keadaan inilah yang membangkitkan semangat ketiga orang bersaudara tersebut, yaitu K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam Zarkasyi untuk meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan usaha para leluhur dan ulama dalam menyiarkan ajaran dan kebudayaan Islam, rasa cinta kepada agama, rasa berkewajiban menunaikan tugas suci menegakkan agama Allah, kesadaran akan hajat hidup umat Islam kepada para pemimpin dan ulama yang cakap dan jujur, serta kesadaran terhadap kebahagiaan dan kesejahtraan umat manusia.
Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan tanpa modal material, kecuali sebuah masjid yang sudah sangat tua dan sebidang tanah, warisan (peninggalan) dari pengemudi (Kyai) Pondok yang lalu. Oleh pendiri Pondok Modern Gontor (yakni Trimurti: Ahmad Sahal, Zainuddin Fanani, dan Imam Zarkasyi), harta warisan dari orang tua beliau-beliau itu dan juga semua harta milik Pondok Modern Gontor kemudian, DIWAKAFKAN GUNA KEPENTINGAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ISLAM dengan harapan mudah-mudahan menjadi amal jariyah bagi beliau-beliau dan orang tua beliau dan bagi semua yang turut berjasa kepada Pondok Modern Gontor.
Modal utama guna mendirikan Pondok Modern ini ialah: Do‘a ke hadirat Allah Yang Maha Pemurah. Dan, alhamdulillah, Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan kepada Pondok Modern Gontor. Dengan pertolongan Allah SWT, setelah Pondok Modern Gontor ini maju mulailah terbuka hati beberapa badan (organisasi) dan dermawan muslim untuk membantu usaha Pondok Modern Gontor, begitu juga Pemerintah Republik Indonesia telah mulai menaruh perhatian kepada usaha Pondok Modern Gontor. Hal itu merupakan kesyukuran bagi Pondok Modern Gontor, sebab dengan bantuan itu berarti akan mempercepat dan menambah hasil usaha Pondok Modern Gontor.
B. Kemajuan Pondok Modern Darussalam Gontor dari Tahun ke Tahun
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya Pondok Modern telah mencatat kemajuan-kemajuan yang menyakinkan masa depannya. Mula-mula pada tahun 1926 didirikan Sekolah Dasar atau ibtidaiyah dengan nama TARBIYATUL ATHFAL (TA). Tingkat dasar ini berjalan dengan baik dan berkembang meluas ke daerah-daerah sekitar, sebagai cabang dari Tarbiyatul Atfhal Darussalam Gontor.
Sepuluh tahun kemudian didirikan SEKOLAH MENENGAH PERTAMA atau TSANAWIYAH ULA, yang kemudian disempurnakan dengan mengadakan SEKOLAH MENENGAH TINGKAT ATAS atau ‘ALIYAH berbentuk Sekolah Guru Atas dengan nama “KULLIYATU-L- MU‘ALIMIN AL-ISLAMIYAH” (KMI). Di dalamnya, diajarkan pelajaran agama, umum, dan bahasa asing.
Setelah mendirikan KMI, untuk sementara TA terpaksa dilepaskan dan masing-masing berdiri sendiri di luar Pondok Modern Darussalam Gontor. Hal ini terpaksa dilakukan untuk memusatkan perhatian ke arah langkah yang meningkat.
Pada tahun 1940 didirikan tingkat yang lebih tinggi dari KMI yaitu Sekolah Guru Tinggi (BI) Agama dan Bahasa Arab dengan maksud untuk mencukupi hajat masyarakat akan kekurangan guru di Sekolah-sekolah Menengah pada umumnya. Tetapi tingkat ini hanya berlangsung sampai tahun 1945, disebabkan oleh pergolakan di tanah air. Pada tahun itu, pemuda-pemuda Pondok Modern, terutama dari tingkat atas, banyak yang meninggalkan pondoknya dan aktif dalam revolusi fisik mengusir penjajah.
Baru, pada akhir tahun 1963, tingkat tinggi itu dibuka kembali, dengan mendirikan PERGURUAN TINGGI “DARUSSALAM”. Untuk pertama kali, dibuka dua fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah dan fakultas Ushuluddin.
C. Pendirian Pondok-pondok Cabang Gontor
Mengingat tingginya animo masyarakat untuk memasukkan anaknya di Gontor dan keterbatasan fasilitas yang tersedia di Kampus Pondok Modern Darussalam Gontor serta untuk memberikan bekal yang lebih baik kepada para calon santri yang ingin masuk di Pondok Modern Darussalam Gontor, dibukalah cabang-cabang Gontor di beberapa tempat:
1. Pondok Modern Gontor 2, di Madusari, Siman, Ponorogo, tahun 1996;
2. Pondok Modern Gontor 3 "Darul Ma'rifat" di Sumbercangkring, Gurah, Kediri, tahun 1993;
3. Pondok Modern Gontor 4, yaitu Pesantren Putri Gontor di Sambirejo, Mantingan, Ngawi, tahun 1990;
4. Pondok Modern Gontor 5 "Darul Muttaqin" di Kaligung, Rogojampi, Banyuwangi, tahun 1990;
5. Pondok Modern Gontor 6 "Darul Qiyam" di Gadingsari, Mangunsari, Sawangan, Magelang, tahun 1999; dan
6. Pondok Modern Gontor 7 “Riyadlatul Mujahidin”, di Podahua, Landono, Sulawesi Tenggara, tahun 2002;
7. Pondok Modern Gontor 8 (labuhan Ratu ) dan Pondok Modern Darussalam Gontor 9 (way Jepara ) di Lampung; serta
8. Pondok Modern Gontor 10 "Darul Amin"di Aceh Di samping itu juga dibuka
9. Pondok Modern Gontor Putri 1 pada tahun 1997 dan
10. Pondok Modern Gontor Putri 2 pada tahun 2002, menyusul berikutnya
11. Pondok Modern Gontor Putri 3 di Kendari dan
12. Pondok Modern Gontor Putri 4 di Kandangan, Kediri.

D. Aspek-Aspek Pembaharuan Pendidikan Modern Darussalam Gontor
Pada tanggal 18-23 September 1926, umat Islam Indonesia mengadakan kongres di Surabaya untuk mengirim utusan untuk menghadiri Muktamar Islam se-Dunia yang akan diselenggarakan di Mekkah, perlu diketahui bahwa utusan yang akan dikirim itu sekurang-kurangnya mahir berbahasa Arab dan bahasa Inggris, dan yang jadi permasalahan pada waktu itu adalah tidak ada seorang peserta kongrespun yang menguasai kedua bahasa tersebut dengan baik, akhirnya dipilihlah dua orang utusan, yang pandai berbahasa Inggris yaitu H.O.S. Cokroaminoto, dan yang satu lagi adalah Kyai Mas Mansyur yang mahir berbahasa Arab.
Problem pemilihan utusan ini meninggalknan kesan yang sangat kuat dalam diri K.H. Ahmad Sahal yang memang hadir dalam kongres tersebut. sepulang dari kongres tersebut beliau membahas masalah ini bersama kedua adiknya, yaitu, K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam Zarkasyi, dalam benak mereka timbul satu pertanyaan bagaimana mungkin dari sekian banyak tokoh-tokoh utama umat Islam yang hadir pada saat itu tidak ada seorangpun yang menguasai dua bahasa sekaligus (bahasa Arab dan bahasa Inggris) dengan baik? Persoalan ini bukan permasalahan yang sederhana menurut mereka, karena penguasaan bahasa Arab merupakan pencerminan suatu dimensi keulamaan, Karena sumber utama hukum Islam adalah Al-qur’an dan Hadits yang memang berbahasa Arab, sedangkan penguasaan bahasa Inggris merupakan cerminan dimensi intelektualotas berupa penguasaan ilmu-ilmu umum yang sebagian besar ditulis alam bahasa Inggris.
Akhirnya mereka bertiga sepakat memperbaiki kondisi umat yang semacam ini untik mewujudkan cita-citanya yaitu mendirikan lembaga pendidikan yang menggabungkan ilmu-ilmu agama dengan pendidikan umum, dalam rangka ini mereka memilih system pendidikan pesantren yang digabung dengan system madrasah/sekolah. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sebenarnya kedua kedua lembaga tersebut memiliki keunggulan masing-masing, keunggulan pesantren terletak pada system asramanya serta pendidikan mental yang kuat, sedangkan system madrasah/sekolah memiliki keunggulan dalam keluasan wawasan intelektualnya.
Penggabungan ini diharapkan dapat menjadi perantara agar tidak adanya kesenjangan antara kedua system tersebut, sehingga keduanya dapat berperan saling melengkapi satu sama lain, sehingga para pendiri pondok Gontor memiliki tujuan “mencetak ulama yang intelek”.
1. Aspek Kelembagaan
Jika pesantren pada umunya adalah hanya milik Kyai dan keluarganya (kyai dan keluarga merupakan pemilik tunggalnya),dengan kata lain jika Kyai meninggal maka akan diwariskan kepada ahli warisnya, akan tetapi Gontor memiliki kelembagaan yang berbeda dengan pondok-pondok lain, yaitu dengan cara mewakafkan pondok pesantren kepada umat, pada tanggal 12 oktober 1958 yang diwakili oleh Badan Wakaf, sedangkan pengelolaanya diamanatkan kepada 15 orang alumni yang dipilih secara selektif oleh para pendiri pondok, yaitu mereka yang benar-benar mengerti dan mengenal dengan baik nilai-nilai dasar dan garis besar haluan pondok.
Badan Wakaf merupakan lembaga tertinggi dalam Organisasi Balai Pendidikan Pondok Modern. Lembaga ini bertugas sebagai pembantu selama Trimurti masih hidup dan dapat melaksanakan tugasnya. Tapi setelah wafat K.H.Imam Zarkasyi lembaga ini memainkan peranan yang sangat penting untuk mengadakan siding istimewa dalam memilih dan menetapkan pimpinan Pondok Modern yang baru. Terpilih secara sepakat sebagai pimpinan Pondok ketika itu :
a. K.H.Shoiman Luqmanul Hakim
b. K.H.Abdullah Syukri Zarkasyi,M.A
c. K.H.Hasan Abdullah Sahal
Sepeninggalan Trimurti kepemimpinan Pondok selalu diamanatkan kepada tiga orang yang dipilih setiap 5 tahun sekali. Pada awal tahun 1999, K.H. Shoiman Luqmanul Hakim meninggal dunia. Untuk menggantikan beliau, Badan Wakaf dalam sidang ke-41 menunjuk K.H.Imam Badri. Dengan demikian kompoisi Pimpinan Pondok berubah menjadi :
a. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi,M.A
b. K.H. Hasan Abdullah Sahal
c. K.H.Imam Badri.
2. Aspek Manajemen
Banyak pihak yang beranggapan bahwa salah satu kelemahan pendidikan pesantren adalah pada bidang manajemen, karena manajemen pesantren pada umumnya bersifat tertutup, terpusat dan kekeluargaan. Namun pondok Gontor berusaha mengatasi kelemahan tersebut dengan menerapkan manajemen yang berbeda dari manajemen yang berlaku di pesantren-pesantren pada umumnya, manajemen di Gontor dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, penuh perhitungan serta kebersamaan.
3. Aspek kurikulum
Gontor memiliki prinsip “Al-muhafadzhah ‘ala al-qadim as-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah”. Artinya: “Mempertahankan tradisi lama yang baik dan menerima kebaikan tradisi yang baru. Prinsip tersebut menjadi pegangaan dalam melakukan perubahan yang menyangkut materi, perubahan bias berlaku cepat jika menyangkut materi yang bersifat umum, akan tetapi terhadap materi yang bersifat agama perubahan dilakukan dengan ssangat hati-hati.
Pada prinsipnya ilmu agama dan ilmu umum berjalan terpisah sendiri-sendiri, akan tetapi tidak berarti keduanya harus berpisah dan tidak memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Oleh karena itu Pembaharuan kurikulum di Gontor tidak hanya melakukan pengajaran ilmu agama dan ilmu umum secara terpisah saja, melainkan juga menggabungkan serta mengaitkan kedua ilmu tersebut sehingga pada pembelajaran imu umum tidak terlepas dari dasar dan nilai agama, dan sebaliknya pengajaran ilmu agama dikembangkan sejalan dengan perkembangan ilmu umum.
Selain itu pembaharuan juga dilakukan dengan menggabungkan kurikulum yang intra dan ekstra, artinya tidak ada yang saling tumpang tindih, keduanya berjalan secara beriringan dengan memilki perhatian yang sama antara keduanya.
4. Aspek Metodologi
“Ath-thoriqotu ahammu min al-maddah, al-mudarris ahammu min ath-thoriqoh, wa ruh al—mudarris ahammu mina al-mudarris”.
Artinya: “ Metode itu lebih penting dari pada materi, guru lebih penting dari metode, dan jiwa guru lebih penting dari pada guru itu sendiri”.
Ungkapan di atas mengandung makna bahwa sebuah kurikulum, betapapun hebatnya ia di rancang, tidak menjamin berhasilnya suatu proses pendidikan dan pengajaran. Kurikulum yang baik itu memang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah metode bagaimana ia ditransmisikan dan transformasikan. Dalam hal apapun, metode itu berperan penting dalam keberhasilan penyelenggaraan suatu proses.
Tetapi metode yang baik juga bukan jaminan bahwa suatu proses itu akan dapat membawa hasil yang optimal, sebab metode itu yang menggunakan adalah manusia. Karena itu wujud manusia itu lebih menentukan daripada metode. Tetapi persoalannya bukan semata pada manusia ataupun kualifikasi yang terkait dengan kecakapan intelaktual dan metodologisnya, justru persoalan yang paling penting terletak pada jiwa/ruh manusia itu sendiri.
Meskipun sama-sama menguasai materi dan metodologi yang canggih, tetapi akan berbeda hasil pendidikan antara seorang yang mendidik dengan jiwa perjuangan dan semangat pengorbanan dengan seorang yang sekedar mendidik untuk menjalan kan tugas dan sekedar mencari penghidupan. Karena itu jika ingin memperoleh hasil yang maksimal, seorang harus mendidik secara total, artinya melibatkan otak, lidah, fisik, dan hatinya, mengingat bahwa tugas seorang pendidik bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu adalah membentuk kepribadian dan sikap mental siswa.


E. Biografi Trimurti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor
1. K.H. Ahmad Sahal (1901 – 1977)
Putra kelima Kyai Santoso Anom Besari ini lahir di desa Gontor Ponorogo pada tanggal 22 Mei 1901, Setelah menamati sekolah rendah (Verxolk School) atau sekolah Ongko Loro, beliau mondok diberbagai pondok pesantren, diantaranya adalah pondok pesantren Kauman Ponorogo, pondok Joresan Ponorogo, pondok Josari Ponorogo, pondok Duri sawo Ponorogo, Siwalan Panji Sidoarjo, dan pondok emas Pacitan, setelah itu beliau masuk ke sekolah Belanda Algemeene Nederlandsch Verbon (sekolah pegawai di zaman penjajahan Belanda), tahun 1919-1921. Beliau wafat pada tanggal 9 April 1977 tepat pukul 19.00 WIB. Meninggalkan seorang istri (ibu Sutichah Sahal) dan Sembilan orang putra dan putri mereka.
2. K.H. Zainuddin Fannani (1908 – 1967)
Putra keenam Kyai Santoso Anom Besari ini lahir di desa Gontor Ponorogo pada tanggal 23 Desember 1908, pendidikan masuk sekolah dasar di Ongko Loro Jetis Ponorogo, beliau juga belajar di pondok pesantren Josari Ponorogo, kemudian ke Termas Pacitan, lalu ke Siwalan Panji Sidoarjo. Dari sekolah Ongko Loro beliau berpindah ke sekolah dasar Hollandshe Inlander School (HIS), kemudian melanjutkan ke Kweekschool (sekolah guru) di Padang, setelah lulus beliau masuk ke Leider School (sekola pemimpin) di Palembang, selain itu beliau juga pernah belajar pada pendidikan Jurnalistik dan Tabligh School (Madrasah Muballighin III) di Yogyakarta, dan tamat pada tahun 1930. beliau wafat pada tanggal 21 Juli 1967 di Jakarta.
Semasa hidupnya banyak karya tulis yang dibuatnya yang sampai saat ini digunakan sebagai bahan rujukan terutama bagi generasi penerus pondok modern Darussalam Gontor, diantaranya adalah:
 Senjata penganjur dan pemimpin Islam
 Pedoman dan pendidikan modern
 Kursus agama Islam
 Penangkis krisis
 Riedenar dan jurnalistik.



3. K.H. Imam Zarkasyi (1910 – 1985)
Putra ketujuh Kyai Santoso Anom Besari ini lahir di desa Gontor pada tanggal 21 Maret 1910, pendidikan sekolah dasar di Ongko Loro Jetis Ponorogo, beliau juga belajar di pondok pesantren Josari Ponorogo, pernah pula belajar di Pondok Joresan Ponorogo. Selesai dari sekolah Ongko Loro beliau melllanjutkan ke Pondok pesannnnnnnntren Jamsaren Solo. Pada waktu yang sama beliau belajar pula di sekolah Mamba’ul ‘Ulum dan kemmudian masih di kota yang sama pula meneruskan ke sekolah Arabiiiyah Adabiyah sampai tahun 1930. kemudian melanjutkan pendidikannya ke Kweekschool di Padang Panjang sampai tahun 11935. beliau wafat pada tanggal 30 April 11985 di Madiun.
Semasa hidupnya banyak karya tulis yang dibuatnya yang sampai saat ini digunakan sebagai bahan rujukan terutama bagi generasi penerus pondok modern Darussalam Gontor, diantaranya adalah:
 Ushuluddin (pelajaran ‘Aqaid/keimanan)
 Pelajaran Fiqih I dan II
 Pelajaran Tajwid
 Bimbingan keimanan
 Qowa’idul Imla’
 Pelajaran huruf Al-qur’an I dan II
 Pelajaran bahasa Arab I dan II
 At-tamrinat jilid I,II,III beserta kamusnya
 I’rabu amtsilati al-jumal jilid I dan II.
Selain itu, beliau juga menulis beberapa buku petunjuk bagi santri dan guru di Pondok Modern, termasuk metode mengajar beberapa mata pelajaran. Buku-buku karangan beliau hingga kini dipakai di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor dan Pondok-pondok Pesantren Alumni dan beberapa sekolah agama.




BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan dalam makalah ini menambahkan berbagai aktifitas Pondok Modern sebagai berikut:
Aktivitas Pelajar
Kehidupan di dalam Pondok Modern merupakan kesatuan masyarakat tersendiri, dengan segala macam ragam kebutuhannya. Segala aktivitas diatur oleh organisasi pelajar, dengan bimbingan dan pengawasan para pengasuh serta para guru.
SELF-GOVERNMENT
Maka untuk memudahkan jalannya organisasi dan meringankan tanggung jawab, diadakan bagian-bagian yang diserahi tugas-tugas khusus mengurus bidang aktivitas misalnya:
• Bagian olah raga:.
• Bagian kesenian:
• Bagian Kesehatan:.
• Bagian Pengajaran:.
• Bagian Keamanan:
• Bagian Penerangan:.
• Bagian Penerimaan Tamu:
• Dan beberapa bagian lainnya.
Meskipun bentuk berubah-ubah sesuai dengan perkembangan gerakan pelajar, namun pokoknya tetap adanya organisasi pelajar di Pondok Modern dengan didirikan secara self government. Ini telah berjalan baik sejak tahun 1939.
Segala sesuatu tentang kehidupan pelajar di Pondok Modern diatur demikian untuk maksud pendidikan dan pengajaran.



GERAKAN KEPANDUAN
Gerakan (Pramuka) kepanduan di Pondok Modern sangat dipentingkan dan maju. Bahkan kepanduan di sini mengandung maksud mendidik kader, sehingga apabila pelajar itu terjun kemasyarakat sanggup memimpin kepanduan di daerahnya. Hal itu sangat perlu, sebab kita tahu bahwa kepanduan mengandung unsur-unsur pendidikan yang penting.
ADA KOPERASI PELAJAR
Untuk mencukupi keperluan pelajar sehari-hari maka diadakan Koperasi Pelajar. Koperasi Pelajar ini diurus oleh pelajar-pelajar sendiri, secara berganti-ganti bersamaan dengan pergantian pengurus organisasi pelajar itu tiap-tiap tahun. Koperasi pelajar Pondok Modern ini mempunyai sebuah toko, yang melayani segala keperluan pelajar, misalnya buku-buku pelajaran, alat tulis menulis, alat-alat olah raga, dan barang-barang keperluan lainnya.
Modal koperasi pelajar ini diperlukan dari iuran semua pelajar. Dan, keuntungannya digunakan untuk membiayai keperluan-keperluan mereka bersama, misalnya untuk memelihara peralatan olahraga, untuk membeli obat-obatan, untuk membiayai utusan-utusan yang dikirim ke kongres-kongres, seminar-seminar atau pertemuan lain yang diadakan oleh organisasi-organisasi di luar.







DAFTAR PUSTAKA
http://www.gontor.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=60
http://www.gontor.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129&Itemid=95
http://www.gontor.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=133&Itemid=98
K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi,M.A Gontor dan pembaharuan pendidikan pesantren, Jakarta: P.T. Raja Grafindo, 2005
Nur Hadi Ihsan, Profil Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo: Pondok Modern Darussalam Gontor, edisi kedua 2006

1 komentar:

Khairul Saleh.UIN Jakarta mengatakan...

terimakasi atas tulisannnya tentang gontor,, saya senang banget bacanya